KetikaCinta Bertasbih. Sebagai negara yang populasi muslimnya terbanyak sedunia, jumlah hiburan bernuansa Islami di Indonesia bisa dibilang minim. “Ketika Cinta Bertasbih” adalah salah satu film yang berusaha menjawab kehausan tersebut. Film hasil adaptasi novel Habiburrahman El Shirazi ini terpusat pada Azzam, mahasiswa asal Indonesia
NontonFilm Ketika Cinta Bertasbih (2009) Streaming Movie Dunia21 Bioskop Cinema 21 Box Office Movies 21 Subtitle Indonesia Gratis Online Download Terbaru dan Terlengkap Lk21 Layarkaca21. Download cóst-free 'Ketika Cintá Bertasbih Total' mp3. This can be certainly simply a incomplete evaluate system, be sure to buy the compact disc
NontonFilm Ketika Cinta Bertasbih (2009) LK21 Streaming dan Download GudangMovies21 Subtitle Indonesia Kualitas HD Gratis Terlengkap dan Terbaru. Indonesia, Drama, Alice Norin, Andi Arsyil Rahman, Aspar Paturusi, Cut Yanthi, Deddy Mizwar, Didi Petet, El Manik, Habiburrahman El Shirazy, Kholidi Asadil Alam, Lucky Perdana, Meyda Sefira, Niniek L
FilmKetika Cinta Bertasbih 2 merupakan film sekuel dari Ketika Cinta Bertasbih yang sama-sama dirilis pada 2019. Film yang disutradarai Chaerul Umam ini mengisahkan kelanjutan hidup Azzam yang baru pulang dari Kairo. Di setiap ceritanya akan mengandung sensasi emosional yang begitu luar biasa, mulai dari perasaan rindu dengan keluarga, negara
JB Kristanti dalam artikelnya yang berjudul Nonton Film Nonton Indonesia yang dimuat di Jurnal Perfilman Indonesia vol. 22 No. 2 juni 2017 menuliskan bahwa “ Film di Indonesia awalnya dibangun oleh para pedagang Cina yang pada 1930 an merupakan pemilik bioskop, pemodal, dan penonton film dan. Ketika Cinta Bertasbih, Sang Pencerah, Surat
XwhfFk. Apa sih yang bikin kita betah nonton sebuah film dari awal sampe akhir? Setiap orang mungkin punya jawaban yang berbeda, tapi salah satu di antaranya adalah kepedulian akan nasib tokoh filmnya. Misalnya, kenapa kita ikutan deg-degan saat tokoh jagoan di sebuah film lagi terkepung musuh? Karena kita peduli pada nasib tokoh jagoan itu. Kita nggak ingin tokoh itu dikalahkan penjahat. Kenapa para ibu penggemar sinetron ikutan berteriak-teriak gemes saat tokoh gadis cantik yang lugu mengiyakan lamaran pemuda brengsek yang sebenarnya hanya mengincar harta warisan si gadis? Karena ibu-ibu itu nggak rela tokoh kesayangannya hidup menderita bersama si pria brengsek. Lalu apa yang terjadi kalo seorang penonton nggak tergugah kepeduliannya pada nasib para tokoh yang lagi ditontonnya? Jawabannya adalah apa yang gue rasakan saat nonton film “Ketika Cinta Bertasbih” KCB sore tadi. Konflik demi konflik bermunculan silih berganti, tapi nggak ada satupun yang bisa bikin gue ikutan gregetan menunggu-nunggu gimana akhirnya. Emangnya kenapa kalo tokoh Azzam gagal mendapatkan gadis pujaannya gara-gara dia cuma mahasiswa miskin yang membiayai kuliah dengan jualan tempe? Lantas kenapa kalo tokoh Fadil jantungan? Apa dasar pertimbangannya sehingga tokoh Anna selalu memilih jilbab berbahan kaos yang membuat dia nampak seperti alien berleher panjang dan berkepala mini? Semua, kecuali yang terakhir, adalah pertanyaan-pertanyaan yang gagal mengusik kepedulian gue sebagai penonton. Dengan memajang cap “Dijamin Mesir Asli” di posternya, film ini nampaknya berusaha keras meyakinkan penonton bahwa shootingnya betulan dilakukan di Mesir; sejak menit pertama. Gue memang nggak berharap KCB menggarap opening creditnya seserius film “Superman Returns” yang punya satu tim khusus untuk bikin opening credit doang, atau film “Watchmen” yang opening creditnya sampe jadi topik bahasan panjang lebar di berbagai forum. Tapi gue masih sulit percaya di era perfilman Indonesia yang udah modern ini masih ada film yang opening creditnya cuma cuplikan-cuplikan kegiatan sehari-hari di Mesir ada orang jual beli di pasar, taksi lewat, bis lewat, mahasiswa lewat… mirip cuplikan siaran berita tentang kehidupan orang Mesir. Yang kurang cuma narasi berusara nge-bass, “Penduduk Mesir, saat ini berjumlah…” Sama sekali nggak ada kontribusinya terhadap cerita, kecuali lagi-lagi cuma bermaksud meyakinkan penonton “Ini shootingnya di Mesir lho, nggak kayak film kami yang sebelumnya, yang banyak kesandung masalah perijinan itu, yang ini beneran di Mesir lho… bener deh… sumpah….janji… ” Urusan “dijamin mesir asli” ini menjadi ironis saat muncul adegan makan ikan di pantai yang nampak sangat jelas diambil dengan bantuan efek komputer. Warna langitnya aneh, dan bintang-bintangnya seperti lampu hiasan etalase toko. Abis itu bermunculanlah tokoh-tokoh, semuanya berebutan ingin merebut perhatian penonton dengan dramanya masing-masing, dan di mata gue nggak satupun berhasil. Ada Azzam, mahasiswa miskin yang udah 9 tahun nggak lulus-lulus karena harus kuliah sambil jualan tempe. Ada tokoh Furqon, mahasiswa kaya yang gemar foya-foya. Ada Anna, mahasiswi pasca sarjana yang “cantik, anggun, pintar”, tapi bener deh, model jilbabnya bikin gue senewen banget. Kemunculan ketiga tokoh tadi masih direcoki oleh beberapa tokoh kurang penting; ada yang jantungan, ada yang ngasih tumpangan nginep buat penjahat terkenal, ada yang naksir adiknya temen sampe gemeteran waktu bawa nampan minuman. Siapa mereka, dan apa pentingnya mereka dapet porsi sebesar itu dalam rangkaian cerita film ini? Waktu nonton Ayat-Ayat Cinta, yang juga diangkat dari buku karya penulis yang sama dengan KCB, gue merasa ada terlalu banyak cerita yang mau dipaksakan masuk dalam durasi film yang terbatas. Dulu gue kira AAC adalah film yang pas-pasan, makanya cuma gue kasih bintang tiga. Tapi setelah nonton KCB, tiba-tiba AAC jadi terasa jauh lebih bagus. Minimal, gambar-gambar yang muncul di AAC nampak jauh lebih artistik dan berwarna sekalipun settingnya bukan “Asli Mesir”. Nggak ada adegan close-up yang berlebihan mirip sinetron. Lagu latar muncul seperlunya di saat-saat yang tepat. Saat para tokoh nangis, penonton merasa masalah mereka memang cukup pelik untuk ditangisi. Dari segi materi cerita, sebenernya KCB bisa diolah jadi lebih menarik. Misalnya, kondisi di mana orang-orang di sekitar Azzam dan orang-orang di sekitar Anna banyak yang saling mengenal sementara Azzam dan Anna sendiri malah belum kenal, seharusnya bisa jadi modal yang cukup untuk bikin penonton gregetan. Sedangkan urusan si Fadil yang jantungan atau si siapa tuh namanya yang naksir adiknya Fadil tapi nggak berani ngomong, gue rasa nggak perlu terlalu dipaksakan untuk ikut muncul dalam film. Tapi yah, namanya film kembali ke selera subyektif setiap orang. Ibu gue nampak sangat menikmati film ini, dan saat lampu bioskop nyala langsung nanya, “jadi kapan yang nomer 2 diputer di bioskop?”. Juga ada bapak dan ibu yang kebetulan satu lif sama gue berkomentar dengan suara bindeng tersumbat ingus, “saya sampai nangis nonton film barusan… bagus sekali…” Buat gue, satu hal yang bisa gue simpulkan dari film ini adalah… …ternyata Habiburrahman El Shirazy, penulis novel KCB yang ikutan main di sini, mirip banget sama Wib ya? Silakan bandingkan sendiri Buat Wib, kalo besok-besok ada rencana bikin film kisah nyata tentang kehidupan Habiburrahman El Shirazy, jangan lupa daftar untuk ikutan casting ya! poster film gue pinjem dari situs resmi KCB.
nonton film ketika cinta bertasbih